Adapun
Golongan yang membolehkan, mereka beralasan bahwa suami bagi isteri,
atau isteri bagi suami adalah halal seluruhnya, kecuali dubur dan ketika
haid. Sedangkan alasan-alasan pihak yang mengharamkan (tertelannya
madzi) sudah dijawab, dan alasan pihak yang memakruhkan (merusak muruah
dan menjijikkan) pun bagi golongan ini tidak bisa diterima.
Alasan merusak muruah (citra diri/akhlak baik) adalah alasan yang lemah, sebab dahulu Umar bin Al Khathab ketika dia men jima isterinya dari belakang (tapi bukan dari dubur) istilahnya doggy style yang jelas-jelas menyerupai binatang,ternyata itu dibolehkan oleh Rasulullah SAW.
Padahal
Umar RA merasa bersalah, karena itu bukan kebiasaannya dan bukan
kebiasaan kaumnya. Sebagaimana oral seks hari ini bukanlah kebiasaan
orang Timur, melainkan kebiasaan orang Barat. Namun, demikian tidak ada
satu pun riwayat yang berindikasi mencela Umar dalam hal ini, yang ada
justru sebaliknya.
Alasan menjijikkan juga alasan yang lemah,
sebab jijik atau tidak, sifatnya sangat relatif dan pribadi. Tidak sama
pada masing-masing orang. Bila ada orang merasa jijik dengan kulit ayam,
tidak berarti kulit ayam adalah haram atau makruh. Khalid bin Walid
pernah makan biawak di depan Rasulullah SAW, namun tidak dilarang oleh
Rasulullah, walau pun dia tidak suka, walau itu menjijikan, karena makan
biawak bukanlah kebiasaan manusia di daerah RasulullahSAW.
Dalam riwayat yang shahihdari
Anas bin Malik bahwa Rasulullah SAW pernah menyuruh suku Urainah untuk
meminum air kencing Unta untuk obat. Padahal, bisa jadi bagi sebagian
orang kencing unta adalah menjijikan, tapi riwayat itu dijadikan dalil
oleh sebagian ulama tentang sucinya air kencing unta. Alhasil, masalah
perasaan jijik bukanlah ukuran dan alasan diharamkannya sesuatu.
Golongan yang membolehkan juga beralasan pada ayat berikut:"Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, Maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki."(QS. Al Baqarah (2): 223)
Anna syitum (bagaimana saja kamu kehendaki) hanya berlaku pada qubul (kemaluan) bukan dubur.
Imam
Al Qurthubi seorang ulama tafsir madzhab Maliki- berkata:"Telah berkata
Ashbagh dari golongan ulama kami (Maliki): "Boleh bagi suami menjilat
kemaluan isterinya dengan lidahnya." (Imam Al Qurthubi,Jami Li Ahkamil Quran, Juz. 12, Hal. 222. Dar Ihya Ats Turats Al Araby, Beirut Libanon. 1985M-1405H)
Perlu diketahui, semua hadits-hadits yang melarang melihat kemaluan isteri atau suami, adalah dhaif bahkan ada yang maudhu (palsu).
Justru bertentangan dengan hadits-hadits shahih yang menunjukkan
sebaliknya.
Pandangan Syaikh Al Allamah Yusuf Al Qaradhawyhafizhahullah:
Beliau
berkata: "Di dalam masyarakat seperti Amerika dan masyarakat Barat
lainnya, terdapat tradisi dan kebiasaan dalam hubungan biologis antara
suami isteri yang berbeda dengan kebiasaan kita, seperti bertelanjang
bulat, suami melihat kemaluan isteri, atau isteri mempermainkan kemaluan
suami, atau mengecup kemaluan suami, dan sebagainya yang apabila telah
menjadi biasa menjadi tidak menarik dan membangkitkan syahwat lagi,
sehingga memerlukan cara-cara lain yang kadang hati kita tidak
menyetujuinya.
Ini merupakan suatu persoalan dan mengharamkannya
atas nama agama- juga merupakan persoalan lain lagi. Dan tidak boleh
sesuatu diharamkan kecuali jika ditemukan nash (teks agama) yang sharih (jelas) dari Al Quran dan As Sunnah yang mengharamkannya. Kalau tidak ada nash, maka pada dasarnya adalah boleh.
Ternyata, tidak ada nash yang shahih dan sharih yang
menunjukkan haramnya tindakan suami isteri seperti itu. Oleh karena
itu, dalam kunjungan saya ke Amerika yakni ketika menghadiri Muktamar
Persatuan Mahasiswa Islam dan mengunjungi pusat-pusat Islam di berbagai
wilayah di sana, apabila saya menerima pertanyaan mengenai masalah itu
biasanya pertanyaan datangnya dari wanita muslimah Amerika- maka saya
cenderung memudahkannya, bukan mempersulit, melonggarkannya bukan
mengetatkannya, memperbolehkannya dan tidak melarangnya." (Dr. Yusuf Al
Qaradhawy,Fatwa-Fatwa Kontemporer, Jilid. 2, Hal. 492-493. Cet.
2 1996M. Gema Insani Press, Jakarta) Wallahu Alam.
Khilafiyah Ulama Soal Oral Seks
Berkenaan dengan hukum oral seks--baik yang melakukan adalah suami (cunilingus), atau isteri (fellatio), para ulama berbeda pendapat. Ulama pun terbelah menjadi tiga golongan. Ada yang mengharamkan, ada yang memakruhkan, dan ada pula yang membolehkan.
Sementara para ulama klasik, barangkali karena hal tersebut belum terpikirkan saat itu, sepengetahuan penulis belum pernah mendiskusikannya.
Tentang hal itu, sebagaimana ditulis di atas, kaum ulama terbagi tiga:
-Golongan yang mengharamkan.
Umumnya mereka beralasan dengan najisnyamadziyang ada pada kemaluan, baik laki atau wanita ketika sedang syahwat, yang jika tertelan maka itu haram. Tentang najisnyamadzi,para ulama kita semua sepakat, tidak berbeda pendapat.
"Dari Ali RA, dia berkata: "Saya adalah laki-laki yang mudah keluar madzi, maka aku perintah seseorang untuk bertanya kepada NabiShallallahu Alaihi wa Sallamlantaran posisiku sebagai mantu beliau (maksudnya Ali malu bertanya sendiri), maka orang itu bertanya, lalu Rasulullah menjawab: "Wudlulah dan cuci kemaluanmu."(HR. Bukhari No. 269)
Hadits ini menunjukkan kenajisanmadzi, hanya saja tidaklah wajib mandi janabah, melainkan hanya wudhu sebagaimana teks hadits tersebut. Karenamadziadalah najis maka ia haram tertelan, yang sangat mungkin terjadi ketika oral seks. Alasan lainnya, karena oral seks merupakan cara binatang, dan kita dilarang menyerupai binatang. Wallahu Alam.
-Golongan yang memakruhkan,
mereka beralasan bahwa oral seks belum tentu menelanmadzimelainkan hanya sekedar kena, baik karena dikecup atau dijilat. Mulut atau lidah yang terkenamadzi, tentunya sama saja dengan kemaluan suami yang menyentuhmadziisteri ketikacoitus(jima).
Sebab ketikajima,otomatismadzitersebut pasti mengenai kemaluan lawannya. Nah, jika itu boleh, lalu apa bedanya jika mengenai anggota tubuh lainnya, seperti mulut? Sama saja. Hanya saja, hal tersebut merusakmuruah(akhlak baik)danbarangkali menjijikan.Lagi pula tidak sepantasnya, mulut dan lidah yang senantiasa berdzikir dan membaca Al Quran, digunakan untuk hal itu. Oleh karena itu bagi mereka hal tersebut adalahmakruh, tidak sampai haram. ( inilah.com )
Khilafiyah Ulama Soal Oral Seks
Berkenaan dengan hukum oral seks--baik yang melakukan adalah suami (cunilingus), atau isteri (fellatio), para ulama berbeda pendapat. Ulama pun terbelah menjadi tiga golongan. Ada yang mengharamkan, ada yang memakruhkan, dan ada pula yang membolehkan.
Sementara para ulama klasik, barangkali karena hal tersebut belum terpikirkan saat itu, sepengetahuan penulis belum pernah mendiskusikannya.
Tentang hal itu, sebagaimana ditulis di atas, kaum ulama terbagi tiga:
-Golongan yang mengharamkan.
Umumnya mereka beralasan dengan najisnyamadziyang ada pada kemaluan, baik laki atau wanita ketika sedang syahwat, yang jika tertelan maka itu haram. Tentang najisnyamadzi,para ulama kita semua sepakat, tidak berbeda pendapat.
"Dari Ali RA, dia berkata: "Saya adalah laki-laki yang mudah keluar madzi, maka aku perintah seseorang untuk bertanya kepada NabiShallallahu Alaihi wa Sallamlantaran posisiku sebagai mantu beliau (maksudnya Ali malu bertanya sendiri), maka orang itu bertanya, lalu Rasulullah menjawab: "Wudlulah dan cuci kemaluanmu."(HR. Bukhari No. 269)
Hadits ini menunjukkan kenajisanmadzi, hanya saja tidaklah wajib mandi janabah, melainkan hanya wudhu sebagaimana teks hadits tersebut. Karenamadziadalah najis maka ia haram tertelan, yang sangat mungkin terjadi ketika oral seks. Alasan lainnya, karena oral seks merupakan cara binatang, dan kita dilarang menyerupai binatang. Wallahu Alam.
-Golongan yang memakruhkan,
mereka beralasan bahwa oral seks belum tentu menelanmadzimelainkan hanya sekedar kena, baik karena dikecup atau dijilat. Mulut atau lidah yang terkenamadzi, tentunya sama saja dengan kemaluan suami yang menyentuhmadziisteri ketikacoitus(jima).
Sebab ketikajima,otomatismadzitersebut pasti mengenai kemaluan lawannya. Nah, jika itu boleh, lalu apa bedanya jika mengenai anggota tubuh lainnya, seperti mulut? Sama saja. Hanya saja, hal tersebut merusakmuruah(akhlak baik)danbarangkali menjijikan.Lagi pula tidak sepantasnya, mulut dan lidah yang senantiasa berdzikir dan membaca Al Quran, digunakan untuk hal itu. Oleh karena itu bagi mereka hal tersebut adalahmakruh, tidak sampai haram. ( inilah.com )
No comments:
Post a Comment